TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Jawa Tengah, Quatly Abdulkadir Alkatiri turut menyoroti soal pencabutan Peraturan Presiden (Perpres) terkait legalisasi investasi miras yang dilokalisir di empat provinsi.

Adapun, provinsi tersebut yakni di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

Menurutnya, jika Perpres tersebut tetap dilanjutkan, kran investasi miras berpotensi dibuka di semua daerah termasuk Provinsi Jawa Tengah.

Mengingat di provinsi ini terdapat sejumlah usaha kecil miras semisal Ciu Bekonang Sukoharjo dan Ciu Cikakak Banyumas.

PKS mengapresiasi dan mendukung Presiden Jokowi untuk mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut.

“Kenapa investasi miras bisa dibuka di daerah lain? karena dalam lampiran perpres tersebut disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman mengandung alkohol bisa memungkinkan untuk bisa investasi di seluruh Indonesia berdasarkan usulan gubernur,” kata Quatly, Rabu (3/3/2021).

Lampiran III pada angka 31 dan angka 32 huruf a, dinilainya dapat membuka investasi miras di luar empat daerah tersebut. Artinya, bisa memudahkan investasi miras di daerah lain termasuk Jateng.

Quatly yang juga Wakil Ketua DPRD Jateng ini menegaskan bahwa Perpres yang memuat investasi miras ini dapat menjadi pemantik terbukanya peluang industri miras di luar empat provinsi tersebut.

“Saya bukan anti investasi, tapi saya berharap investasi itu yang tidak membahayakan masa depan anak cucu kita di masa yang akan datang. Terutama soal bahaya miras ini,” tandasnya.

Politikus asal Solo ini menuturkan tingkat konsumsi minuman beralkohol atau minol secara umum terus meningkat dan kerap kali menimbulkan persoalan sosial cukup serius.

Menurutnya, hasil riset yang dilakukan Gerakan Anti Miras Nasional (GeNAM) pada 2007 menunjukan jumlah pengonsumsi minuman keras di Indonesia sebesar 4,9 persen. Pada 2014 meningkat menjadi 23 persen atau sekitar 14,4 juta jiwa dari total 63 juta jiwa jumlah remaja.

Menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah di 2014 diperkirakan sekitar 25 persen remaja pernah mengkonsumsi alkohol dimana kebiasaan ini sudah dimulai sejak umur 15-25 tahun. Faktor pendorongnya yakni ingin coba-coba hingga untuk pelarian saat mengalami masalah.

Penyalahgunaan alkohol, kata dia, pada umumnya meresahkan masyarakat. Hal ini justru sangat memprihatinkan dan dapat merusak generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Miras kini sudah membudaya di kalangan masyarakat, khususnya remaja sehingga sulit untuk diberantas.

“Kami ingin aturan tentang minuman keras tidak hanya memikirkan tentang ekonomi atau investasi. Tetapi juga keselamatan moral dan akhlak bangsa, terutama anak-anak generasi muda yang harus dijaga dan diselamatkan oleh negara,” ujarnya.

Ia menambahkan, minuman beralkohol sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Indonesia memiliki sejarah panjang dengan minuman fermentasi tersebut. Karena itu, beberapa daerah di Jateng juga memproduksi kearifan lokal minuman tersebut.

Budaya minum muncul seiring dengan hadirnya ragam minuman fermentasi di Nusantara yang diyakini sebagai satu warisan kebiasaan nenek moyang.

Dalam konteks budaya Jawa, ada catatan sejarah pada Serat MaLima 1903. Serat yang dianggap sebagai falsafah hidup orang Jawa ini merujuk pada berbagai larangan, termasuk larangan mabuk.

“Lima perilaku tersebut sangat populer dan sangat bermakna bagi masyarakat Jawa hingga sekarang. Ini merupakan perilaku pantangan yang harus dihindari karena akibat yang ditimbulkan sangat merugikan diri sendiri dan orang lain,” Quatly menambahkan. (mam)

Sumber:  https://jateng.tribunnews.com/2021/03/03/jika-perpres-miras-tak-dicabut-politikus-pks-investasi-bisa-saja-dibuka-di-jateng?page=2