“Dengan besarnya anggaran itu, pemerintah seharusnya dapat sedini mungkin melakukan mitigasi bencana di daerah-daerah yang dianggap rawan.”

SEBAGAI provinsi terbesar ketiga di Indonesia, Jawa Tengah menjadi sebuah daerah yang selalu disorot oleh media cetak dan elektronik. Ada banyak potensi di daerah ini, baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) yang telah menopang Indonesia sejak lama. Dengan jumlah penduduk 34.718.204 jiwa pada 2020, Jawa Tengah menjadi ladang emas bangsa ini. Akan tetapi, daerah yang dikenal dengan semboyan “Jateng Gayeng” ini kerap menjadi sasaran bencana alam. Terdapat banyak wilayah di Jawa Tengah yang rawan bencana, misalnya Magelang yang terus diliputi kecemasan akan letusan Merapi, lalu Semarang, Pati, Kudus, dan Demak yang baru-baru ini dilanda banjir yang hingga kini dampaknya masih terasa. Kebumen juga dihebohkan oleh longsor yang menimbun rumah warga dan masih banyak lagi. Selain itu, provinsi dengan luas 32.801 km persegi ini membuat Jawa Tengah membutuhkan sarana dan prasarana tanggap bencana yang memadai agar masyarakat tidak lagi dihantui kecemasan. Masyarakat sebagai objek pertama hendaknya mendapatkan pelayanan yang maksimal atas pajak yang telah mereka keluarkan setiap tahunnya. Akan tetapi, layanan tanggap bencana kerap kurang begitu sigap. Padahal bencana bukanlah kejadian yang jarang terjadi, tetapi terus terjadi dan bersifat unpredictable. Karena ketidakpastianya inilah dibutuhkan kesigapan dalam menanggulangi bencana untuk menghindari korbankorban berikutnya. Alasan yang sering dilontarkan adalah kurangnya fasilitas dan tenaga lapangan sehingga menyulitkan pemerintah untuk sigap terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga. Namun jika dikaji lebih dalam, pada APBD Jawa Tengah 2021 telah disetujui anggaran untuk program penanggulangan bencana yang diajukan BPBD Rp 12,40 miliar. Tidak hanya itu, pemerintah juga siap mengeluarkan anggaran tak terduga untuk menopang dana bencana jika sewaktu-waktu diperlukan.

Dengan besarnya anggaran itu, pemerintah seharusnya dapat sedini mungkin melakukan mitigasi bencana di daerah-daerah yang dianggap rawan. Baik membentuk sistem pencegahan dan penaggulangan maupun menyediakan alat-alat yang relevan jika sewaktu-waktu bencana terjadi.

Sinergi

Untuk itu, diperlukan sinergi berbagai pihak dalam pencegahan bencana yang tentu tidak menjadi tanggung jawab pemerintah seutuhnya. Pencegahan bencana menjadi kesadaran berbagai pihak, baik masyarakat, aktivis lingkungan, pengusaha, pejabat, atau siapa pun untuk sama-sama menjaga alam ini. Adapun cara-cara yang bisa dilakukan sebagai berikut. Pertama, menjaga lingkungan di sekitar rumah warga. Kualitas lingkungan yang baik dimulai dari kesadaran bersama untuk menjaganya. Lingkungan juga termasuk kebun, persawahan hingga hutan-hutan yang digunakan untuk perkebunan. Agar kebijakan ini tumbuh maka dapat dilakukan dengan membuat aturan-aturan yang mengikat bagi setiap warga. Kedua, pemerintah hendaknya membuat sanksi yang tegas dan hukuman yang berat terhadap perusak lingkungan. Tentu hal ini setimpal mengingat kerusakan lingkungan tidak hanya berakibat pada satu orang namun berimbas pada banyak orang dalam waktu yang sangat lama. Misalnya saja banjir dan longsor akibat kerusakan hutan dan irigasi di masyarakat. Ketiga, membentuk sistem penanggulangan bencana yang efektif dan adaptif bagi masyarakat. Kebijakan itu sering kali baik tapi karena sosialisasi yang kurang masif dan tidak didahului kajian mendalam sehingga kebijakan lingkungan yang dikeluarkan tidak bisa dilakukan oleh masyarakat. Misalnya saja sosialisasi tanggap bencana yang harus selalu dilakukan terutama di daerah yang rawan bencana. Selain itu adanya kontak bencana juga diperlukan agar masyarakat dapat langsung menghubungi pihakpihak terkait demi mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Bencana alam tentu sesuatu yang sulit untuk dihindari.

Akan tetapi jika bisa diminimalkan dampaknya tentu akan jauh lebih baik mengingat sudah tidak terhitung korban materi dan jiwa yang ditimbulkanya. Selain itu, diperlukan kerja sama semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, tokoh adat, pengusaha atau siapa pun untuk bersama-sama menjaga lingkungan. Harta ini tidak bisa dihitung oleh materi dan menjadi tanggung jawab kita semua untuk menjaganya agar bisa dinikmati hingga generasi-generasi berikutnya. Urip kang utama mati kang sampurna, manungsa mung ngundhuh wohing pakarti.

 

Oleh Quatly Abdulkadir Alkatiri
Sabtu, 27 Februari 2021 | 00:17 WIB
sumber:  https://www.suaramerdeka.com/news/opini/255898-mengoptimalkan-mitigasi-bencana?page=2